Wasiat Ayah
Cerita ini
merupakan cerita utama yang menginspirasi penulis dalam membuat buku think different yang ada
dihadapan Anda. Kebetulan penulis
merasa cerita ini begitu dekat dengan
perbedaan cara berpikir antara penulis
dengan kakak sulungnya.
Cerita ini didapat dari tempat kerja kakak sulung penulis.
Ada sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak. Anak pertama bernama si sulung dan anak kedua si bungsu. Keluarga
ini dapat uang untuk kebutuhan
sehari-hari dari dua toko milik
ayahnya yang letaknya
berjauhan. Singkat cerita ayah mengalami sakit panas dan demam. Mulanya panas dan demam biasa. Kemudian
panas dan demam makin mengkhawatirkan.
Keluarga membawa sang ayah ke rumah sakit. Di rumah sakit keadaan sang
ayah makin memburuk hingga rumah sakit tempat ayah dirawat merujuk ayah
ke rumah sakit yang lebih
besar. Keadaan ayah tak kunjung
membaik. Ayahpun merasa ajal akan segera tiba. Ayah meminta kedua
anaknya untuk menemaninya
dalam menjelang ajal. Kemudian sang Ayah berkata.
”nak, mau kah kamu menjalankan wasiat ayah?”
Si sulung dan si bungsu pun sedih. Wasiat? Berarti ayah sudah merasa tidak kuat lagi.
Si sulung dan si bungsu pun sedih. Wasiat? Berarti ayah sudah merasa tidak kuat lagi.
”baik ayah..(agak terhenti) kami mau
menjalankannya”
”cuman dua wasiat ayah nak,
dengarkan baik-baik.
Pertama.., janganlah kamu menagih hutang orang yang behutang..
Kedua, janganlah kamu terkena sinar
matahari..”
Kemudian sang ayah meninggal. Hari demi hari dilalui dengan kesedihan.
Kedua toko pun diwariskan, satu untuk si sulung
dan Fyang satu lagi untuk si bungsu. Si sulung dan si bungsu tinggal di toko tersebut.
Hari demi hari berganti, minggu bertemu minggu, dan bulan-bulan pun bergulir. Sang ibu melihat perbedaan yang mencolok di antara kedua anaknya.
Sang ibu pun berkunjung ke toko si bungsu.
Toko si bungsu terlihat mengalami
kemunduran. Sang ibu pun bertanya.
”nak, kenapa kamu bisa seperti ini?”
” karena aku menjalankan wasiat ayah bu..”
”coba ceritakan ke ibu
nak..”
” wasiat ayah yang pertama, janganlah kamu menagih hutang orang yang behutang. Di toko ku banyak
yang berhutang bu. Banyak
yang tidak mengingat utangnya bu.
Modal tokoku pun berkurang sehingga aku tidak dapat memutar uang ku untuk belanja.
Wasiat ayah yang
kedua, janganlah kamu terkena sinar matahari. Setiap belanja
aku selalu pakai taksi sehingga
modalku pun habis untuk ongkos.
Sang ibu pun tertegun. Dan mengatakan.
”kamu anak yang berbakti nak, karena
kamu menjalankan wasiat ayah”
Kemudian, sang ibu mengunjungi si sulung.
Berbeda sekali dengan toko si bungsu.
Toko si sulung terlihat maju. Sang
ibu pun bertanya kembali.
”nak, kenapa kamu seperti ini?”
” karena aku menjalankan wasiat ayah bu..”
(perhatikan jawaban si sulung. Sama dengan si
bungsu: karena aku menjalankan wasiat ayah)
”coba ceritakan kepada
ibu nak..”
”wasiat ayah yang pertama, janganlah kamu menagih hutang orang yang behutang. Oleh karena itu, aku ngga
menghutangi orang bu. Modal tokoku pun tetap
dan aku dapat memutar uang ku untuk belanja barang.
Wasiat ayah yang
kedua, janganlah kamu terkena sinar matahari. Setiap belanja
aku selalu berangkat pagi pakai motor, tokoku pun buka
paling pagi dan tutup paling malam. Sehingga tokoku terkenal
sebagai toko paling
awal buka dan paling malam tutup. Hasilnya, pelanggan toko ku banyak. Toko ku jadi maju.
”kamu anak yang berbakti nak, karena
kamu menjalankan wasiat ayah”
***
Wasiatnya sama.
Perhatikan! sama. Tapi, karena
cara berpikir yang beda maka tindakan--nya
pun beda.
Begitupun kita dalam menjalankan perintah dan larangan Allah SWT. Ada yang
beriman dan tidak sedikit yang mendustakan.
Kalau kita berpikir (tafakur) secara mendalam, Allah itu kan pemilik alam
ini. Tuhan semesta alam yang tidak memerlukan sesuatu apapun. Juga tidak
tergantung pada apapun. Dia ada sebelum kata ”ada” itu ada. Dia hidup tidak
mati. Nah, kira-kira perlukah Allah akan ibadah kita? Mmm..tentu tidak. Jika
semua manusia di muka bumi ini tidak ada, maka Allah tetap ada. Bahkan jika Dia
mau, Dia bisa mengganti keberadaan kita (manusia) dengan mahluk yang baru
(lain).
”ya ayyuhannas antumul fuqoro’a
ilallah...iyyasya yudzhibkum wa ya’ti bi kholqin jadiid..”
Dia tidak butuh terhadap kita. Kita yang butuh terhadapNya.
Oleh karena itu, untuk apakah ibadah yang Allah wajib kan kepada kita?
Ternyata untuk diri kita sendiri. Untuk kebaikan diri kita sendiri dan sebagai
tanda syukur kita kepadaNya.
”jika kamu berbuat baik maka itu untuk
kebaikan dirimu sendiri, jika kamu berbuat jahat maka ...”
Perintah Nya seperti sholat, puasa, zakat baik untuk kita.
Sholat yang baik dan khusyu mendekatkan kita pada Allah. Thumaninah dalam
sholat mengajarkan ketenangan. Ruku mengendurkan urat sendi, Sujud mengalirkan
darah untuk otak. Berjama’ah mengajarkan kita dekat dengan saudara. Seirama
dalam sholat.
Puasa untuk kesehatan tubuh. Banyak ahli yang telah meneliti dan
membuktikan.
Zakat yang dapat membantu fakir miskin. Sedekah yang dapat mencegah bala.
Minimal sekali, orang yang meminta-minta karena terpaksa tidak akan nekat
mencuri jika masih ada yang memberi. Jika saja tidak ada yang memberi, kemudian
dia terpaksa mencuri, dipukul hingga mati. Salah siapa?!
Apalagi Allah SWT begitu baiknya, Dia menjamin harta kita tidak akan
berkurang bagi yang menyedekahkan hartanya. Minimal sekali dibalas 10 x lipat.
Tapi
ketahuilah, ada penelitian atau tidak segala yang datang dari yang menciptakan
adalah baik untuk kita di dunia dan akhirat.
Comments
Post a Comment