Investasi yang sebenarnya
”coba pilih mana?” tanya Bu Andri. Guru ekonomi.
Ya kita ga pilih yang mana mana. Pilihan belum disebut.
”beli sepatu yang murah misal harganya Rp. 50.000 yang
cepat rusak. Baru 6 bulan uda harus diganti. Dibandingkan dengan beli sepatu yang
harganya Rp. 120.000 yang tahan 3 tahun?”
kontan beberapa siswa jawab
”Rp. 120.000!”
”Nah, cakep. Pinter.”
terimakasih bu. Ucapku dalam hati. Cakep pinter. Gue banget.hehe
Bu Andri jadi jalan membuka pikiranku. Selama ini aku
beli sepatu yang murah. Ya akibatnya tiap beberapa bulan ganti lagi. Padahal
kalo dihitung-hitung, totalnya jadi lebih mahal, lebih capek (karena harus
pergi ke toko sepatu, lain hal kalo nitip dibeliin, tapi kadang kalo nitip suka
ga cocok di kaki), lebih buat kesel (rusak lagi rusak lagi!)
Pikiranku jadi terbuka untuk sabar.
Karena aku cuma bisa menghasilkan uang Rp. 20.000 tiap bulan. Ya nabung dari
hasil ngamen. Kalo aku mau beli sepatu yang tahan 3 tahun, maka aku harus
nunggu minimal 6 bulan. Selama itu pakai sepatu lama atau nyeker dah..ga
apa-apa daripada aku beli tiap 6 bulan Rp. 50.000. Aku akan puas akhirnya. New shoes i’m coming! (Lumayan bahasa
inggris mungut di jalan. Hehe)
***
Ternyata investasi yang paling mudah dan menyenangkan
adalah menanam! Coba sediain pot kecil dari polibag plastik terus tanam biji
cabe. Diem-in aja, kita ga usah pikirin, karena secara sunnatullah tuch biji akan hidup dan berbuah. Saat
berbuah kita ngrujak atau nyambel deh ma cabe kita. Menanam itu itung-itung
latihan investasi lho. Selain juga go green, para ahli gizi menyebutnya
sebagai kebun gizi yang bisa ngurangi pengeluaran buat beli cabe apalagi bulan
februari 2011 kemarin harga cabe melonjak, seperempat aja Rp.10ribu! (survei
pasar penulis)
Sederhana, pada musim buah baik buah mangga, rambutan, duren, maupun buah
lain, pernahkah kita terpikir untuk menanam biji buah yang kita makan itu?
Padahal cukup dilempar aja ke halaman belakang. Secara sunnatullah, ia akan
tumbuh dari rezeki Allah. Tau-tau sudah tumbuh dan besar. Saat musim buah
datang, kita sudah setingkat lebih baik dan lebih maju. Bukan cuma kita bisa
makan buah tetapi kita juga bisa menjualnya. Sebagai tambahan motivasi
berinvestasi, bahwa melempar biji ke tanah itu termasuk sedekah dan dalam
sebuah hadits, jika besok akan kiamat, dan kamu masih ada benih untuk ditanam,
maka tanamlah! Setiap buah yang jatuh, daun yang dimakan hewan semuanya akan
menjadi sedekah bagi yang menanam. Kita hari ini makan buah karena ada yang
menanamnya dulu, lalu kalo kita tidak menanam hari ini cucu kita akan makan
apa?
Dan menanam itu bukan hanya menanam pohon tanaman, tetapi juga menanam
pohon kepercayaan, menanam hubungan persahabatan, menanam usaha, dan menanam
yang lainnya.
Sebagai penutup bagian ini. Ada kata hikmah yang bagus sekali.
”barang siapa yang tidak menanam saat orang lain menanam maka ia akan menyesal
saat melihat orang lain panen”
Untuk para pelajar, menanam akan berarti sebagai belajar
”barang siapa yang tidak belajar saat orang lain belajar maka ia akan
menyesal saat melihat orang lain lulus atau dapat nilai bagus”
Untuk para pengusaha, konsep menanam akan lebih luas. Ibarat mereka sebagai
petani padi, petani padi harus yakin dan sabar untuk menanam padi, merawatnya
dan menjaganya dari hama hingga waktu panen yaitu 6 bulan.
Maka, para pengusaha setelah tahu prediksi kapan menyabet keuntungan dari usahanya,
maka yang ia harus lakukan ialah yakin dan sabar bahwa tanamannya akan tumbuh
subur.
Untuk para pengusaha lagi, menanam pohon kepercayaan (mendapatkan
kepercayaan) orang lain lebih utama dari usaha itu sendiri. Ketika kita
memenuhi pesanan sesuai dengan yang dipesan, dengan penuh ramah dan sikap
menyenangkan (baca:profesional) maka pohon kepercayaan itu akan berbuah manis
dan lebat.
Dalam teori marketing, jangan pernah melukai hati seorang pembeli
wanita karena jika mereka merasa tersakiti maka satu wanita bisa menyampaikan
informasi buruknya (baca: gosip) pelayanan kita ke sepuluh wanita lagi. Begitu
seterusnya rantai gosip beredar.
Sebaliknya,
walau yang datang ke toko/perusahaan kita seorang yang membeli cuma satu barang
kecil dan murah, hargailah ia, beri pelayanan yang memuaskan. Maka ketahuilah,
seorang itu punya sahabat. Sahabat tempat berbagi. Ketika ia senang dengan
sesuatu, ia bisa ajak atau ceritakan atau menginformasikan pada
sahabat-sahabatnya. Jadilah ia invisible
marketing, begitu saya menyebutnya.
Comments
Post a Comment