Kampung Musrik!
Pagi-pagi sekali sederetan
tetangga rumahku sudah ramai. Kiri, kanan, depan dan belakang semuanya ramai!
dan semua tetanggaku, kalau jam lima tiga puluh pagi, pasti sudah pada bangun! Ngga ada tuch cerita bangun jam enam, tujuh apalagi kesiangan. Setidaknya
mata semua tetanggaku sudah pada melek. Walau belum benar-benar bangun dari
tempat tidur. Banyak suara “ayam” yang membuat mereka bangun. Tepat jam lima
tiga puluh!
Kalau ayam pada umumnya
berkokok dengan suara “kukuruyuuk..”
di sekitar tetanggaku,
suaranya jadi berbeda-beda. Dan mereka bersamaan seperti satu aba-aba, musriiikk!
“cintai aku dengan hatimu seperti aku
mencintaimu..
..sayangi aku dengan kasihmu seperti aku
menyayangimu..
i’ll be the last for you, and you’ll be the last
for me..
itu kokok ayam kesukaan Maman, pemuda tetangga sebelah kiriku. Ayam
maman, entah kenapa dicat berwarna Ungu. Katanya sih supaya ngga ilang.
“dasar
kau keong racun..baru kenal udah ngajak tidur
..ngomong tak sopan santun, kau kira aku ayam
kampung..”
Nah, kokok ayam kesukaan Pak Ujang tuch, tetangga sebelah kananku. Kalau
si Hendi, tetangga belakang rumahku, kokok
ayamnya dari luar negeri. Nama ayamnya Bieber.
“baby..baby..baby..uuh..
..baby..baby..baby..uuh..”
Semua kokok dari ayam itu, masuk ketelingaku tepat jam lima tiga puluh!
dan bukan cuma sehari, tapi setiap hari. Untung tetangga depanku, si tante
genit Mitha, dari kemarin ke luar kota. Kalau ada, tambah kokok ayam yang senang
bergoyang ngecor. Yang membuat aku miris hati, anak-anak kecil pun ikut
berkokok. Anak yang menurutku belum pantas mendendangkan kokok-kokok seperti itu.
“dasal kau keong
lacun..” nyanyi Syifa keponakanku yang baru menginjak 5 tahun saat bermain
ke rumah neneknya. “balu kenal uda ajak
tidul..” suara cadelnya memang membuat ketawa kakak, kakak ipar, nenek dan
kakeknya. Tapi, anak sekecil itu bernyanyi lagu yang maknanya be-gi-tu… tidak
bisa diterima!
Syifa hanya contoh, dan
anak-anak seangkatan dengannya berjubel di sekitar rumahku. Mereka belajar,
mereka mengamati, apa yang kang Maman, Pak Ujang, Hendi dan Tante Genit lakukan
karena kokok-kokok itu begitu membius
pikiran kecil mereka.
Begitu pun pengamen-pengamen
yang sering lewat dan jadi langganan Pak Ujang dan warga kampung. Bedanya,
pengamen ini datang siang hari sekitar jam sepuluhan. Untungnya Cuma satu
kelompok pengamen. Coba kalau empat buah kaya
tetangga kiri kanan depan belakang-ku?
Kokok-kokok mereka tak kalah
mmendayu-dayunya membius anak-anak. Karena mereka berhias bak artis ibu kota dengan bahan make-up
tebal sedapatnya, memakai pakaian u can
see. Mereka berjalan menyisiri jalanan depan rumah tanpa rasa malu lalu
bernyanyi dan melenggak-lenggok ‘mantat-in’ Pak Ujang dan warga. Yang
dipantat-in begitu senangnya..
Aneh mereka ngga nyadar apa?
Itu kan tempat keluar kotoran nan bau yang senantiasa dibawa kemana-mana?
Begitu kuatnya setan menyihir
mata pak Ujang dan sebagian warga sehingga tidak sadar akan hal itu. Kalau aku
digitu-in, aku tendang tuch orang! Ngga sopan..baik laki, baik perempuan.
dan sekali lagi…syifa
keponakkanku dan kawan-kawannya menjadi korban ketidakmengertian diatas
kesenangan nafsu mereka.
Entah..apa aku terlalu
berlebihan atau tidak, tapi menurutku, mengapa banyak kasus remaja atau ABG
yang melakukan tindakan asusila, lacur atau melihat video porno? ya.. salah
satunya disulut kokok-kokok itu.
Dalam tayangan-tayangannya dua sejoli berdempet-dempetan, berpeluk-pelukan,
penyanyinya menari-k-nari-k nafsu setan, dan liriknya mengumbar
syahwat kebinatangan. Saat anak-anak berdendang dan meliuk-liuk menirukan
tarian kokok-kokok itu artinya
anak-anak sebegitu hafalnya dengan gerakan dan lirik kokok itu. Kalau hafal gerak-lirik ‘mesum’ itu dan terus diulang
maka akan jadi kebiasaan dalam pikiran lalu membuahkan perbuatan. dan artinya…syahwat sudah diberi jalan sudah
diberi makan.
***
Dua tahun lalu, saat aku
pulang liburan dari pondok, pagi-pagi sekali sehabis sholat shubuh, kiri,
kanan, dan belakang rumahku terdengar Maman dan Pak Ujang yang jauh lebih tua
dariku melantunkan Al-qur’an. Suara mereka merdu sekali. Kalau Hendi, biasanya
masih mengaji, walau terbata-bata. Cuma dari dulu aku belum mendengar si tante
genit mengaji. Dulu, pagi-pagi paling cuma rumah si tante yang kokok ayamnya sudah begitu. Apa semua
ini pengaruh dari kebiasaan si tante ya?
Sedangkan para pengamen belum
ada saat itu di kampungku, kalau pun ada paling di jalan raya atau dilampu
merah. Dulu pengamen belum masuk kampung. Walau ada sekelompok pemuda yang
senang menabu gendang dan memetik gitar di pos ronda tapi mereka tidak
mengamen, hanya kumpul dan maen di pos ronda saja. Itu pun untuk menghibur
mereka dikala lama menjaga kampung. Musrik pun belum masuk sederas saat ini.
Mengapa aku bilang musrik?
“gue ngga
bisa hidup bro tanpa musik” ujar Obenk meniru gaya bicara orang hip hop, si
teman SDku dulu yang putus sekolah.
“musik adalah hidup gue..” timpal teman yang lain.
Sekarang, sepanjang
pengamatanku pada pemuda kampungku, sampai-sampai lagi jalan, lagi kerja, lagi
dimotor, yang dilakukan hanya nyetel musrik. Sepertinya daya tahan terhadap
stress mereka itu menurun sehingga langsung dihibur dengan musrik.
Sampai-sampai lupa sholat, tetangga yang sakit tak diindahkan, tidak bisa kerja
tanpa musrik, dan kalau sedang luang hanya ada satu kata yaitu
musrik..musrik..dan musrik!
Kini, aku jadi lebih prihatin,
karena dirumahku ada dua kokok ayam juga. Kokoknya beda genre lagi. Yang satu
musriknya bergenre pop Malaysia
“dia..isabella lambang cinta yang
laraa...terpisah karena adat yang berbeza..”
Faris, Kakak sulungku paling
senang mengikuti ayamnya itu. Dan yang satu lagi,
“chayya..chayya..chayya..chayya..chayya..chayya..chayya..chayya..”
Ayam kakak iparku, ka
Shanti, musriknya dari India. Kadang
terlihat ka Shanti mengikuti suara dan gaya yang diperlihatkan ayamnya.
Mengangkat sayapnya ke atas ke bawah ke atas ke bawah sambil mengangguk-angguk
kepalanya.
Yang membuat aku lebih
prihatin, saat aku mengingatkan ka Faris, beberapa hari yang lalu.
“pagi-pagi
mah ngaji dulu ka. Masa stel lagu itu terus..”
“lah kamu,
ngaji qur’an terus apa ngga bosen Wan?” gitu jawabnya. Huh!
Argh! Keselnya diriku. Kalau aku
ngga tahan, bisa saja aku teriak.
“kenapa kita harus bosen ka dengan ngaji al-qur’an? Ngaji yang mendatangkan
rahmat Allah, ngaji yang didengar oleh para malaikat, dicatat sebagai amal
mulia? dan yang hafal bisa masuk surga? Kenapa kita harus bosen ka? Apalagi
Al-qur’an itu rahasianya tidak pernah habis untuk digali. Ngaji Al-qur’an itu
bukan sekedar ngaji biasa ka!”
Hiburan ya sedikit-sedikit ngga apa-apa, hiburan bukan setiap hari ka.
Apalagi sampai lupa mengaji”
Setelah aku tahu respon
kakakku seperti itu. Harus ada langkah strategis yang diambil..
Harus ada cara mengcounter kebiasaan buruk itu. Bagaimana
aku bisa nasehati orang lain disekitar rumah ku, orang terdekatku yang serumah
saja begitu responnya. Bismillah, aku merencanakan sesuatu.
Aku tidak mengharamkan musik.
Bahkan di pondok pun aku diajari seni, mulai dari musik, paduan suara hingga
tari saman. Musik ga jadi soal buatku, cuma bukankah harusnya pagi-pagi supaya
barakah kita punya hidup, kita mengaji dulu? Sebagai tanda syukur kita pada
Allah. Kalau pun mau musik.. ya musik yang islami-lah, yang tidak mengumbar nafsu.
Music yang bisa tambah kita
dekat pada Allah, music yang tambah kita semangat dalam bekerja. Juga musik
yang ada waktu kapan didendangkannya, jangan waktu naek motor..waktu siang
bolong saat orang-orang tidur siang. Kan ngeganggu
bobo siang ku?
Tapi sekali lagi, alangkah
baiknya memulai pagi, menyambut mentari dengan lantunan kalam ilahi. Apalagi
kalau bagian juz 30, saat kita baca, kita seperti menjelajahi alam raya. Demi
gugusan bintang, demi matahari, demi langit dan pembinaanya, demi bumi dan penghamparannya.
Dan kita diingatkan bahwa alam raya yang didalamnya bintang gemintang pasti
akan hancur dengan datangnya kiamat. Kalau kita ingat itu tentu hidup kita akan
hati-hati dan semangat mengejar ridho Allah dan taman surga-Nya?
“Kalau
mereka suka ayam-ayam itu, baik..Wawan ladenin. Pedang lawan pedang, pistol
lawan pistol..ayam lawan ayam” gumamku.
Aku mulai beli CD lagu nasyid,
lagu-lagu islami, aku kumpulin ceramah-ceramah dari ustadz yang sudah dikenal
dan komunikatif dengan masyarakat seperti alm. Ustadz KH Zainuddin MZ, Ust.
Yusuf Mansyur, dan karena tempatku adalah kalangan sunda, mereka kenal dengan
Ust. Jujun Junaedi yang terkenal dengan gaya ceramahnya yang khas tapi mengena.
Agak lama sebenarnya ngumpulin ceramah-ceramah itu, tapi syukurlah teman-teman
pondok ikut bantu. Mereka kirim ceramah-cemarah ntu by email jadi tinggal aku download
aja. Besok, serangan balasan akan dimulai!
***
Aku bangun lebih pagi, setelah
sholat shubuh, ngaji sebentar dan siap-siap. Ayamku harus lebih pagi berkokok, supaya
mereka mendengar kokok ayamku karena kalau ayam mereka sudah berkokok, mereka
tidak akan hirau walau ada suara bom! Hmmm..Lebay juga ya aku?
Volume speaker aktif ku putar
ke titik maksimum. Speaker ku letakkan di jendela mengarah ke luar halaman. Jendela
ku buka lebar-lebar, ku lihat jam, tepat jam lima lima belas dan..clik!
“sholatullah..salamullah ‘ala toha
rosulillah sholatullah..salamullah ‘ala yasin habibillah..
..tawasalna bibismillah wabil hadi rosulillah wa
kulli mujahidilillah biahli badri ya Allah.
..daripada kita pacaran lebih baik kita
sholawatan daripada kita berdua-an nanti bakal dihasut setan..awas jangan
dekat-dekatan kita kan belum ada ikatan, daripada dekat-dekatan mending kita
sholawatan..”
Ini dia ayam jagoku, Wali!
Seranganku berhasil! Ya sangat berhasil! Berhasil membuat umi dan abahku marah!
Pasalnya mereka lagi sakit gigi.
“Wawaan!” teriak Umi.
“ari nyetel musik teh tong bedas bedas!”
(arti:kalau nyetel musik tuh jangan keras keras)
Istrinya Pak Ujang, tetangga
kananku juga marah. Bayinya, si dede Shella, yang baru 6 bulan, keganggu
tidurnya dan jadi merengek-rengek. Mereka belum sempat ngungsi karena biasanya
lima menit sebelum semua ayam-ayam itu berkokok, mereka sudah mengungsi kerumah
neneknya di desa sebelah.
Kasian dede Shella,
keterlalulan Pak Ujang, masa anak dan istrinya jadi sampe ngungsi gitu! Aku
juga jadi ikut keterlaluan. Speaker aktifku sudah dari tadi dimatikan, tinggal
nunggu speaker(omelan) dari Umi dan
Abah yang belum berhenti, mereka mencak-mencak marah apalagi waktu mereka tahu
dede Shella jadi merengek ngdengar kokok ayamku. Uh!
Tepat pukul 5.30 saat semua
ayam akan berkokok, umi dan abah sudah pergi ke pasar. “Ah ga adil!” Gumamku
kesal. Soalnya, kakak sulungku dan kak iparku ngga kena speaker Umi dan Abah alias kena damprat dimarahin.
“emang enak dimarahin?” eyel Ka Faris sambil ketawa
senang. Huh!
“makanya kalau stel musik itu, liat-liat Umi dan Abah ada kagak” lanjutnya.
Keselnya aku. Tapi,
ooh..ternyata ka Faris takut kalau stel musik saat Umi dan Abah ada.
Ok, deh! aku harus ganti
strategi. Ku anggap hari ini cuma promo album kokok ayamku, si Wali.
Hari ini juga, tepatnya tadi
siang rombongan pengamen datang. Kali ini mereka berdiri dan bernyanyi di depan
rumahku.
“dasar
kau keong racun..baru kenal udah ngajak tidur
..ngomong
tak sopan santun, kau kira aku ayam kampung..”
Pasalnya, aku lupa menutup
pintu sehingga mereka kira ada orang di dalam. Kakak-kakakku lagi pada pergi,
begitu pun Umi dan Abi. Biasanya mereka yang meladeni pengamen-pengamen sinting
itu!
Ups! Astagfirullah.. tak
seharusnya aku berpikir begitu. Aku ingat hadits yang diceritakan ustadzku “Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya”
tegas ustadz
“ sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan
amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak
antara dia dan surga kurang satu hasta” potong ustadz
“namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke
dalamnya. Dan sebaliknya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan
penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia
dan neraka hanya kurang satu hasta, namun...”
“karena taqdir yang telah ditetapkan atas
dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke
dalamnya.”
Aku ingin berkhusnudzan saja,
mudah-mudahan mereka segera mendapat hidayah.
Pengamen ditempatku itu
pantang menyerah lho! terus ada
tarifnya lagi! Mereka tak akan
berhenti bernyanyi sebelum mendapatkan selembar kertas dengan tiga nol
didalamnya.
Saat mereka mau sampai ke
akhir lagu..
“sorry..sorry..sorry jack
jangan remehkan aku…
..sorry..sorry..sorry
bang, ku bukan cewe murahan..”
Mereka sudah mulai
memukul-mukul pagar. Agak berdehem-dehem dan saat itu lah aku keluar. Tadinya
aku berharap si Maman tetangga sebelah yang bayarin seribu rupiah dan aku
pura-pura tidur dirumah. Tapi sudah mau akhir lagu, belum ada tanda berhenti
artinya belum ada yang bayar mereka. Huh!
aku langsung keluar, pura-pura baru bangun tidur, aku pasang muka ngantuk
sambil mengucek-ucek mata. Ku beri selembar kertas pecahan dua ribu rupiah.
“wah..belum ada kembaliannya neh akang” seru penyanyi
dengan rok mini.
“ngga usah, ambil aja..” seru ku malas meladeni.
“ngga bisa begitu kang, kita kan pengamen propesonal”
balasnya. Propesonal? pikirku.
“duh..saya lagi ngga ada uang pas. Udah ambil aja..”
ujarku
“kalau gitu, kita nyanyi lagi deh sekali lagi”
Idiih..doyan amat nyanyi neh
pikirku.
“weit…uda ngga usah-ngga usah”
“rikwest aja kang? rikwest..” tantang teman si rok mini
Wah lucu ngedenger bahasa
inggris mereka. Hmm..boleh request ya pikirku sejenak. Akhirnya ku manfaatkan
untuk minta lagu si Wali. Mereka hafal ternyata..
“..daripada kita pacaran lebih baik kita
sholawatan daripada kita berdua-an nanti bakal dihasut setan..awas jangan
dekat-dekatan kita kan belum ada ikatan, daripada dekat-dekatan mending kita
sholawatan..”
Hari ini tidak sia-sia aku dispeaker-in ma umi dan abah. Yes!
***
Keesokan paginya. Tetap aku
bangun duluan. Kakak-kakakku itu belum bangun sebelum jam ayamnya berkokok.
Shubuh jadi kesiangan deh tuch
berdua. Kompakan lagi suami istri. Kapan ngajinya coba?
Karena kemarin serangan
musiknya gagal, kini aku mulai dengan ceramah. Di jam yang sama, jam lima lima
belas, dengan volume yang setengah maksimal, clik..
Ceramah dari almarhum Da’I
sejuta umat sudah ku stel. Ceramahnya tentang memelihara Anak.
“anak adalah
amanah, menyia-nyiakan amanah artinya khianat..” sebagian ceramah Beliau.
Nah, kebetulan hari ini adalah
hari sabtu, Abah dan Umi libur ke pasar. Tapi mereka biasanya hari sabtu pergi
ke kebun.
Dua menit pertama aku pasang
telinga lebar-lebar, takut ada yang teriak lagi. Terutama dari arah dapur
tempat biasanya Umi dan Abah jam segitu ada disana. Alhamdulillah! Ga ada speaker meleduk!
Tiba-tiba. “wan..” teriak Umi.
Tapi nadanya bersahabat.
“ceramahna
sok distel bedas-bedas..” seru Umi. Umi memang sneng dengan ceramahnya almarhum
Zainuddin MZ, mpe ditongkrongin gitu. Abah juga. Apalagi abah mah ngfans pisan dengan Beliau.
“umi teu ka kebon?” Tanya ku
“henteu ah, bade nguping ceramah hela”
jawab Umi.
Sip! Akhirnya sukses mengcounter serangan ayam Ka Faris dan Ka
Shanti. Mereka juga keliatannya ngedengerin tuch. Pasalnya ka Shanti juga baru
hamil 7 bulan. Biar sadar deh..kalau pendidikan anak itu dimulai dari sejak
dini.
Tapi, ada yang agak aneh.
Ayam-ayam tetangga tumben ngga bunyi. Sudah lebih dari lima belas menit dari
waktu biasanya. Usut punya usut, ternyata pak Ujang hari ini berlibur dengan
keluarganya ke puncak. Si Maman, saat diintip dari jendela, lampu kamarnya
masih nyala, artinya dia masih tidur. Dengar-dengar semalam dia begadang nonton
bola di pos Ronda. Hendi, pagi-pagi sekali sudah maen bola ma teman-temannya.
Wah gagal deh promosi ceramah ke tetangga. Tapi, aku agak senang karena agak
siangan para pengamen nongkrong lagi di depan rumahku. Dan kamu tau apa yang
dinyanyikannya?.
“sholatullah..salamullah ‘ala toha
rosulillah sholatullah..salamullah ‘ala yasin habibillah..
..tawasalna bibismillah wabil hadi rosulillah wa
kulli mujahidilillah biahli badri ya Allah.
dan lebih buat aku bahagia, si
Syifa dan teman-temannya yang kebetulan melihat, ikut bernyanyi dengan suara
cadel mereka..”bi ahli badli ya aullah..”.
walau lafzah Allah belum benar diucapkan oleh syifa dan teman-teman, setidaknya
mereka sudah mengenal nama penciptanya. Dan aku hari ini mau rikwest lagi
ah..lagu sepohon kayu.
“sepohon kayu
daunnya rindang lebat buahnya juga bunganya..
..walaupun
hidup seribu tahun bila tak sembahyang apa guna nya..”
Comments
Post a Comment